Noor Anani M Irman "sang pewaris Topeng Losari" PURWA KENCANA
PROFIL:
NOOR ANANI MASKA IRMAN
Lahir: Cirebon, Jawa Barat, 5 Juni 1977
Pendidikan: Sarjana tari STSI Bandung (2002)
Suami: Ahmad Deden Muhaimin (35)
Anak:
- Muhammad Tegar Pratama Putra Dena (6)
- Muhammad Naizar Dwiputra Dena (2 tahun 6
bulan)
Penghargaan, antara lain:
- Satyalancana Bidang Tari dari Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, 2011
- Penari Muda Terbaik dari Presiden Megawati
Soekarnoputri, 2004
"Aku menari untuk tubuhku dan Tuhan.
Tak usah merisaukan penonton dan hal lain." Demikian Noor Anani Maska
Irman menggambarkan makna tari bagi dirinya saat ditemui di rumahnya di pusat
Kota Cirebon, Jawa Barat, pada suatu sore.
Ibu dua anak dengan panggilan Nani ini adalah
pewaris seni tari topeng Cirebon gaya Losari. Ia mewarisinya melalui darah dan
didikan keras sang nenek, Mimi Dewi dan Mimi Sawitri. Ia adalah cucu pertama
Mimi Dewi yang pada era 1970-an membawa tari topeng Losari ke puncak ketenaran
bersama adiknya, Mimi Sawitri.
Pada masanya, Dewi-Sawitri sudah menghadapi
beratnya seni tradisi bertahan di pusaran zaman. Topeng Losari seperti tidur
panjang menghadapi arus modernitas yang serba instan. Keduanya berusaha
membangkitkan kembali gairah topeng Losari. Mereka ngamen ke beberapa tempat
dan hidup prihatin. Mereka menjual tikar untuk makan anggota kelompok tarinya.
Tantangan bagi topeng Losari tak berhenti di
sini. Pada era Nani, segalanya lebih berat. "Tanggapan makin sepi. Dalam
sebulan belum tentu ada satu permintaan manggung. Saya sering tampil dengan
kelompok lain atau memanfaatkan jaringan seniman lain. Tetapi, saya tetap
membawakan topeng gaya Losari," kata
Nani.
Ia sudah menjelajah 16 negara, antara lain
Amerika Serikat, Australia, Jepang, Banglades, Malaysia, Italia, Belanda,
Taiwan, Spanyol, dan Brunei. Dari beberapa perjalanannya itu, Nani dibawa
tampil oleh dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung, Endo Suanda. Endo pula
yang membiayai kuliah Nani di kampus itu. Nani lulus dengan indeks prestasi
kumulatif 3,90.
Semangat Nani menemui cobaan berat saat topeng
Losari kian terpencil. Kehadiran penonton dan tempat manggung menjadi kebutuhan
kelompok tari Purwa Kencana yang dipimpinnya.
Ia patah hati karena minimnya perhatian
pemerintah daerah. Ia pernah diberi bantuan gamelan oleh Pemerintah Provinsi
Jabar, tetapi gamelan itu berlaras slendro, bukan pelog seperti yang biasa
dipakai kelompok tarinya. Sejak meninggalnya Mimi Sawitri tahun 1999, Purwa
Kencana seperti mati suri.
Peluh perjuangan topeng losari itu tergambar
dari kondisi sanggarnya di Desa Astanalanggar, Kecamatan Losari, Kabupaten
Cirebon. Terletak di belakang rumah Dewi-Sawitri, sanggar itu tersembunyi dari
pandangan mata diapit kebun dan rumah warga.
Berukuran sekitar 98 meter persegi, atap
sanggar yang didirikan tahun 1984 itu sudah banyak yang bocor. Pagar bambunya
reyot. Di dalam peti di pojok sanggar terletak seperangkat gamelan.
"Ini gamelan yang kami pesan sendiri,
terbuat dari besi. Dulu, Kompas pernah memberi kelompok kami gamelan yang bagus
dari perunggu. Sayang, gamelan itu dicuri saat kami manggung di Jakarta," ungkap Nani.
Sehari-hari, sanggar dirawat dan dijaga
Taningsih (38), sepupuya. Di sanggar ini, sekitar 50 siswa belajar tari topeng
Losari.
Banyak kekhasan
Jika dibandingkan dengan tari topeng dari
wilayah barat Cirebon, tari topeng Losari yang mewakili Cirebon bagian timur
memiliki kekhasan. Lokasinya yang berbatasan dengan Brebes, Jawa Tengah,
membuat topeng Losari banyak dipengaruhi gaya Jateng.
Banyak gerakan tarinya yang tak dijumpai dalam
tari topeng Palimanan, topeng Slangit, topeng Gegesik, topeng Susukan, atau
topeng Tambi di Indramayu.
Gerakan khas Losari yang tak dijumpai dalam
gaya wilayah lain adalah nggaleyong atau kayang, yakni gerakan meliukkan badan
ke belakang. Losari juga punya gantung sikil, gerakan menahan atau menggantung
kaki selama lebih dari 10 menit. Ada pula gerakan pasang naga seser, gerakan
khas kuda-kuda.
Dari sisi kostum, musik, urutan cerita, dan
urutan penyajian, topeng Losari juga berbeda dengan tari topeng lain. Jika
penari topeng dari wilayah barat mengenakan kain bermotif mega mendung, penari
topeng Losari mengenakan kain motif liris atau parang yang dipengaruhi Jateng.
Pada tari topeng wilayah barat ada lima
tingkatan yang ditarikan, yaitu Panji, Samba (pamindo), Rumyang, Tumenggung,
dan Klana. Urutan tari pun tak terikat pada pembabakan ceritanya.
Setiap babak menceritakan perjalanan hidup dan
watak manusia. Panji menceritakan karakter manusia yang baru lahir, yakni suci
dan bersih. Samba mewakili karakter anak-anak atau remaja. Rumyang
menggambarkan manusia menjelang dewasa yang bergejolak. Tumenggung mencitrakan
manusia dewasa. Adapun Klana adalah gambaran manusia yang dursila.
Nani mengatakan, pembabakan tersebut berbeda
dengan topeng Losari. Pada gaya Losari, yang diutamakan bukan watak, melainkan
lebih pada cerita, teknik, dan penjiwaan karakternya. Karena itu, topeng Losari
biasa disebut topeng Lakonan.
Ada sembilan pembabakan dalam topeng Losari,
Yakni Panji Sutrawinangun, Patih Jayabadra, Kili Paduganata, Tumenggung
Magangdiraja, Jinggan Anom, Klana Bandopati, Rumyang, dan Lakonan.
Dalam Lakonan ada beberapa tokoh Panji lain
yang tak ditemui dalam gaya topeng
wilayah barat. "Pada gaya Losari, setiap tarian dibawakan penari yang
berbeda. Sementara dalam gaya Cirebon wilayah barat, lima tarian bisa dibawakan
seorang penari," ujarnya.
Makna tari
Makna tari untuk "tubuhku dan Tuhan"
agaknya kembali pada ciri penari topeng Losari yang menjadikan kotak topeng dan
nayaga (para penabuh gamelan) sebagai sentral.
Penari sesungguhnya tak menghadap penonton
karena dia menghadap ke kotak topeng dan nayaga. "Tak peduli penonton
sedikit atau banyak mereka suka atau tidak, saya harus menari dengan energi dan
penjiwaan sepenuhnya," kata Nani merumuskan prinsip tarian yang tulus ini.
Oleh karena itulah, harga diri dan kesucian
ritual harus dijaga. Nani tak mau mengorbankan topeng Losari yang diwarisinya
hanya demi uang. Ketika beberapa penari topeng "berdamai" dengan
menyelingi pertunjukannya dengan dangdut
sesuai dengan permintaan penonton, ia menolaknya.
"Lebih baik saya tak ditanggap (diminta
tampil) daripada harus manggung tetapi sambil diminta menyanyi dangdut,"
katanya.
Setiap akan tampil, Nani menjalani ritual
tertentu. Sejak kecil, ia dibiasakan bertirakat, tak makan sebelum pukul 10.00.
Ia juga berpuasa Senin-Kamis. "Tirakat untuk ketenangan batin."
Lahir dari keluarga berkekurangan, Nani pernah
menjadi buruh gendong di pasar. Ia paham arti berjuang dan bertanggung jawab
atas sesuatu. "Saya akan terus menari. Topeng Losari tak boleh
punah," ujarnya.
Sumber :: Gunung Jati Blog
Sumber :: Gunung Jati Blog